Kurikulum tersembunyi
Kurikulum
tersembunyi atau kurikulum terselubung, secara umum dapat
dideskripsikan sebagai “hasil (sampingan) dari pendidikan
dalam latar sekolah atau luar sekolah, khususnya hasil yang dipelajari tetapi
tidak secara tersurat dicantumkan sebagai tujuan”. Beragam definisi lain telah
dikembangkan berdasarkan pada perspektif yang luas dari mereka yang mempelajari
peristiwa ini. Segala bentuk pendidikan, termasuk aktivitas rekreasional dan
sosial tradisional, dapat mengajarkan bahan-bahan pelajaran yang sebetulnya tak
sengaja karena bukan berhubungan dengan sekolah tetapi dengan pengalaman
belajar Tetapi umumnya, kurikulum tersembunyi mengacu pada berbagai jenis
pengetahuan yang diperoleh dalam sekolah dasar dan menengah, biasanya dengan suatu konotasi
negatif yang mengacu pada ketidaksamaan yang muncul sebagai akibat hal tersebut.
Sikap ini berasal dari komitmen sistem sekolah yang mempromosikan demokrasi dan
memastikan pengembangan kecerdasan
yang sama.
Sasaran tersebut dihalangi oleh pelajaran-pelajaran yang tak terukur ini. Dalam
konteks ini, kurikulum tersembunyi disebut sebagai memperkuat ketidaksamaan
sosial dengan mendidik siswa dalam berbagai persoalan dan perilaku menurut
kelas dan status sosial mereka. Sama halnya seperti adanya ketidaksamaan
distribusi modal budaya di masyarakat, berupa distribusi yang berhubungan dalam
pengetahuan di antara para siswa. Kurikulum tersembunyi juga dapat merujuk pada
transmisi norma, nilai, dan kepercayaan yang disampaikan baik dalam isi
pendidikan formal dan interaksi sosial di dalam sekolah-sekolah ini. Kurikulum
tersembunyi sukar untuk didefinisikan secara eksplisit karena berbeda-beda
antar siswa dan pengalamannya serta karena kurikulum itu selalu berubah-ubah
seiring berkembangnya pengetahuan dan keyakinan masyarakat.
Konsep
kurikulum tersembunyi terkespresikan dalam gagasan bahwa sekolah melakukan
lebih dari sekadar menyebarkan
pengetahuan, seperti tercantum dalam kurikulum resmi. Di balik itu terdapat berbagai
kritik tentang implikasi sosial, landasan politik, dan hasil budaya dari
aktivitas pendidikan modern. Sementara penelaahan awal berkaitan dengan
identifikasi faham anti-demokratis dari sekolah, penelitian lain telah
memperhatikan permasalahan berbeda, termasuk masalah sosialisme, kapitalisme ,
dan anarkisme dalam
pendidikan.
Sejarah kurikulum tersembunyi dalam pendidikan
Saat mempertimbangkan implikasi
sosial dari kurikulum tersembunyi, perlu diingat bahwa kontrol sosial adalah
perhatian utama dari para penemu kurikulum pendidikan. Para peneliti awal di
bidang ini dipengaruhi oleh pendapat bahwa pelestarian keistimewaan, minat, dan
pengetahuan sosial dari suatu kelompok dalam populasi membuat perlunya
eksploitasi kelompok lain yang kurang kuat. Seiring berlalunya waktu, teori ini
menjadi kurang terperhatikan, tapi warna yang mendasarinya masih menjadi faktor
yang berkontribusi terhadap permasalahan dalam kurikulum tersembunyi. Beberapa
teori pendidikan telah dikembangkan untuk membantu memberi makna dan struktur
terhadap kurikulum tersembunyi dan untuk mengilustrasikan peran sekolah dalam sosialisasi. Tiga dari teori-teori
tersebut, seperti dikemukakan oleh Henry Giroux dan Anthony Penna, adalah
pandangan struktural-fungsional terhadap sekolah, pandangan fenomenologis yang
berhubungan dengan sosiologi pendidikan yang baru, dan pandangan kritis radikal
yang berhubungan dengan analisis neo-Marxist terhadap teori dan praktik
pendidikan. Pandangan struktural-fungsional memusatkan diri pada bagaimana
norma dan nilai diterapkan dalam sekolah dan seberapa penting hal tersebut bagi
keberfungsian masyarakat telah diterima secara penuh. Pandangan fenomenologis
berpendapat bahwa makna dibentuk melalui pertemuan dan interaksi sosial, dan
berimplikasi pada pendapat bahwa pengetahuan adalah objektif. Pandangan radikal
kritis mengenali hubungan antara reproduksi ekonomi dan budaya serta menekankan
hubungan antara teori, ideologi, dan praktik belajar sosial. Walau dua teori
pertama telah berkontribusi terhadap analisis kurikulum tersembunyi, pandangan
radikal kritis memberikan wawasan paling luas.[4] Pandangan tersebut mengakui aspek
ekonomis dan sosial dalam pendidikan yang secara jelas diilustrasikan oleh
kurikulum tersembunyi. Selain itu juga mengilustrasikan signifikansi dari
karakteristik abstrak seperti teori dan ideologi yang membantu mendefinisikan
peristiwa ini.
Sumber
Berbagai aspek dari belajar berkonstribusi terhadap
keberhasilan kurikulum tersembunyi, termasuk praktik, prosedur, aturan,
hubungan, dan strukturnya. Berbagai sumber spesifik sekolah, beberapa
diantaranya dapat disertakan dalam aspek belajar ini, menguatkan elemen penting
dari kurikulum tersembunyi. Sumber-sumber ini termasuk struktur sosial dari
ruang kelas, latihan otoritas guru, aturan yang mengatur hubungan antara guru
dan siswa, aktivitas belajar standar, penggunaan bahasa, buku teks, alat bantu
audio-visual, berbagai perkakas, arsitektur, ukuran disiplin, daftar pelajaran,
sistem pelacakan, dan prioritas kurikulum. Keragaman dalam sumber ini
menghasilkan perbedaan yang ditemukan saat membandingkan suatu kurikulum
tersembunyi dihubungkan dengan berbagai kelas dan status sosial. Sementara
materi aktual yang diserap siswa melalui kurikulum tersembunyi adalah sangat penting,
orang yang menyampaikannya menghasilkan investigasi khusus. Hal tersebut
terjadi terutama pada penyampaian pelajaran sosial dan moral dengan kurikulum
tersembunyi, karena karakteristik moral dan ideologi guru dan figur otoritas
lainnya diterjemahkan dalam pelajaran mereka, walau tidak disadarinya.
Pengalaman belajar yang tidak direncanakan ini dapat dihasilkan tidak hanya
dari interaksi dengan guru tapi juga dengan sesama siswa. Seperti juga
interaksi dengan figur otoritas, interaksi antar sebaya juga dapat menghasilkan
teladan moral dan sosial. Selain itu juga dapat membantu pertukaran informasi
sehingga menjadi sumber yang penting bagi pengetahuan yang berkontribusi
terhadap keberhasilan kurikulum tersembunyi.
Fungsi
Walaupun kurikulum tersembunyi
memberikan sejumlah besar pengetahuan pada siswa, ketidaksamaan yang
diakibatkan kesenjangan antar kelas dan status sosial sering menimbulkan
konotasi negatif. Sebagai contoh, Pierre
Bourdieu menegaskan bahwa modal yang berhubungan dengan pendidikan
harus dapat diakses untuk meningkatkan prestasi akademik. Efektivitas dari
sekolah akan menjadi terbatas bila kapital jenis ini didistribusikan secara
tidak merata. Karena kurikulum tersembunyi dianggap sebagai suatu bentuk modal
yang berhubungan dengan pendidikan, maka kurikulum tersebut menghasilkan
ketidakefektifan sekolah ini sebagai hasil dari ketidakmerataan distribusinya.
Sebagai cara dari kontrol sosial, kurikulum tersembunyi mempromosikan
persetujuan terhadap nasib sosial tanpa meningkatkan penggunaan pertimbangan
rasional dan reflektif. Menurut Elizabeth Vallance, fungsi dari kurikulum
tersembunyi mencakup "penanaman nilai, sosialisasi politis, pelatihan dalam
kepatuhan, pengekalan struktur kelas tradisional-fungsi yang mempunyai
karakteristik secara umum seperti kontrol sosial." Kurikulum tersembunyi
dapat juga diasosiasikan dengan penguatan ketidaksetaraan sosial, seperti
terbukti dalam perkembangan hubungan yang berbeda terhadap modal yang berdasar
pada jenis kerja dan aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan yang
diterapkan pada siswa jadi berbeda-beda berdasarkan kelas sosialnya.
Kurikulum
tersembunyi di pendidikan tinggi
Walaupun penelaahan tentang
kurikulum tersembunyi kebanyakan dipusatkan pada pendidikan dasar dan menengah,
pendidikan tinggi
juga merasakan dampak dari pengetahuan laten ini. Sebagai contoh bias gender
ada dalam mata kuliah tertentu; kualitas dan pengalaman yang dihubungkan dengan
latar belakang pendidikan menjadi lebih signifikan; serta kelas, gender, dan
ras menjadi lebih nyata dalam pendidikan tinggi. Satu aspek tambahan yang
memainkan bagian penting dalam perkembangan siswa dan nasibnya adalah
penelusuran karier. Metoda yang memadukan jalur pendidikan dan karier pada
siswa usia muda ini bersandar pada berbagai faktor seperti kelas dan status
untuk memperkuat perbedaan sosioekonomis. Seiring kemajuan siswa dalam sistem
pendidikan, mereka mengikuti jalur dengan menyelesaikan kursus yang sudah
ditentukan sebelumnya.
Kurikulum
tersembunyi dalam literatur
John Dewey
mengeksplorasi kurikulum tersembunyi dalam penelitiannya di awal abad 20,
khususnya dalam buku klasiknya Democracy and Education.
Dewey melihat pola dan kecenderungan yang berkembang di sekolah yang menyandarkan
diri pada perspektif pro-demokratis. Karyanya tersebut segera dibantah oleh
pembuat teori pendidikan, George Counts, dalam
bukunya yang terbit tahun 1929 Dare the School Build a New Social Order
menantang pendapat Dewey. Sementara Dewey (dan beberapa pembuat teori
perkembangan anak lain seperti Jean Piaget,
Erik Erikson
dan Maria Montessori) mengemukakan hipotesis bahwa
seseorang melalui jalur tunggal dalam menuju kedewasaan, Counts mengungkapkan
hakekat belajar yang reaktif, adaptif, dan multifaset. Hakekat belajar demikian
membuat banyak pendidik mengubah perspektif, praktik, dan penilaian mereka
terhadap tampilan siswa ke arah khusus yang memengaruhi siswa dengan drastis.
Pemeriksaan Count diperluas oleh Charles Beard, dan kemudian, Myles Horton saat
ia membuat apa yang kemudian menjadi Highlander Folk School di
Tennessee.
Frase "kurikulum
tersembunyi" juga dilaporkan pernah diungkap oleh Philip W. Jackson dalam
bukunya Life In Classrooms tahun 1968. Ia mengemukakan argumen
pentingnya pemahaman pendidikan sebagai proses sosialisasi. Segera setalah
tulisan Jackson itu terbit, Benson Snyder mempublikasikan buku The Hidden
Curriculum, yang mengajukan pertanyaan tentang mengapa siswa - bahkan atau
terutama yang berbakat - menjauhi pendidikan. Snyder menyokong pendapat bahwa
kebanyakan konflik kampus dan kecemasan siswa disebabkan oleh sejumlah norma
akademik dan sosial yang tidak dinyatakan, yang menghalangi kemampuan siswa
untuk berkembang secara mandiri atau berpikir secara kreatif.
Kurikulum tersembunyi lebih jauh
dieksplorasi oleh sejumlah pendidik. Dimulai dengan buku Pedagogy of the
Oppressedyang dipublikasikan tahun 1972, sampai ahir tahun 1990an, saat
pendidik dari Brazil, Paulo Freire, yang mengeksplorasi berbagai
dampak dari pengajaran terhadap siswa, sekolah, dan masyarakat secara
menyeluruh. Eksplorasinya tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh John Holt dan Ivan Illich,
yang masing-masing diidentifikasi sebagai pendidik radikal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar