ALASAN
KURIKULUM DI UBAH MEJADI K 13
Kurikulum
pendidikan di Indonesia akan drastis diubah. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan telah menyusun kurikulum baru untuk tahun 2013 mendatang. Rencana
ini rupanya sudah digagas sejak 2010. Alasan Kementerian: kurikulum pendidikan
harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Karena zaman berubah, maka kurikulum
harus lebih berbasis pada penguatan penalaran, bukan lagi hafalan semata. Perubahan
ini diputuskan dengan merujuk hasil survei internasional tentang kemampuan
siswa Indonesia. Salah satunya adalah survei "Trends in
International Math and Science" oleh Global Institute pada tahun 2007.
Menurut
survei ini, hanya 5 persen siswa Indonesia yang mampu mengerjakan soal
berkategori tinggi yang memerlukan penalaran. Sebagai perbandingan, siswa Korea
yang sanggup mengerjakannya mencapai 71 persen. Sebaliknya, 78 persen
siswa Indonesia dapat mengerjakan soal berkategori rendah yang hanya memerlukan
hafalan. Sementara itu, siswa Korea yang bisa mengerjakan soal semacam itu
hanya 10 persen. Indikator lain datang dari Programme for International
Student Assessment (PISA) yang di tahun 2009 menempatkan Indonesia di
peringkat 10 besar paling buncit dari 65 negara peserta PISA. Kriteria
penilaian mencakup kemampuan kognitif dan keahlian siswa membaca, matematika,
dan sains. Dan hampir semua siswa Indonesia ternyata cuma menguasai pelajaran
sampai level 3 saja. Sementara banyak siswa negara maju maupun berkembang
lainnya, menguasai pelajaran sampai level 4, 5, bahkan 6.
Satu kesimpulan dari dua survei itu adalah:
Prestasi
siswa Indonesia terkebelakang. Karena itulah, kepada Wens Manggut dan Aries
Setiawan dari VIVAnews yang secara khusus mewawancarainya
pada Rabu 5 Desember 2012, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengaku
siap untuk tidak populer dengan mengambil kebijakan drastis ini. "Daripada
gara-gara kita sungkan, risikonya nanti jadi lebih mahal. Ngurusin
pendidikan itu bukan soal orang senang atau tidak," begitu kata sang
menteri.
Berikut wawancara selengkapnya:
Mengapa ada
perubahan kurikulum?
Sebelum
"mengapa", kita perlu bahas lebih dulu apa itu kurikulum. Bicara
kurikulum itu pasti bicara empat hal. Pertama, standar kompetensi kelulusan.
Kedua, standar isi. Ketiga, standar proses. Keempat, pasti kita bicara standar
penilaian. Gampangnya, anak-anak mau kita harapkan bisa apa. Siswa SD kelas 1
itu bisa apa? Lulusan SMP bisa apa, SMA dan seterusnya bisa apa? Ini yang kita
tetapkan dulu. Dari situ, lalu kita isi apa? Kita beri menu apa anak-anak ini. Tapi,
tidak cukup dikasih menu saja. Prosesnya juga penting, bagaimana supaya makanan
ini bisa ditelan atau diserap oleh sang anak dengan baik. Dalam proses itu ada
metodologi, cara menyajikannya. Kalau bubur makannya pakai sendok. Kalau yang
lain bisa pakai garpu atau tangan langsung. Itu belum cukup. Juga penting
bagaimana cara mengevaluasinya, cara penilaiannya. Nah, kalau kita bicara
kompetensi, ini yang ditekankan sekarang. Ada tiga ranah atau domain, yaitu
dari sisi sikap atau attitude, sisi keterampilan atau skill,
dan sisi pengetahuan atau knowledge. Kompetensi yang ingin kita capai
adalah: tiga-tiganya harus masuk. Itu definisi tentang kurikulum.
OK, lalu
kenapa diubah?
Pertanyaannya
memang mengapa kok diubah-ubah? Kayak kurang pekerjaan atau kebanyakan uang.
Belum lagi pasti ada pro kontra, ganti menteri ganti kurikulum. Ini sudah kami
timbang-timbang. Zaman ke depan itu berubah, lho. Kalau tidak kita lakukan
perubahan sekarang, nanti kita akan memproduksi generasi yang usang, yang
tidak cocok dengan zamannya nanti. Akibatnya, nanti jadi beban. Termasuk
tidak terserap di ketenagakerjaan. Harus kita lakukan perubahan, meski dengan
risiko tidak populer. Daripada gara-gara kita sungkan, risikonya jadi lebih
mahal. Kita tahu kurikulum sekarang ini tidak bisa diteruskan lagi. Nggak
apa-apa lah nggak populer. Kalau mau selamat, saya diam-diam saja,
pasti selamat. Termasuk soal Ujian Nasional itu, kalau mau dihapus, bisa saja
dihapus. Orang pasti senang. Tapi mengurusi pendidikan itu kan bukan soal
orang senang atau tidak. Orang nggak seneng nggak apa-apa,
asalkan ada nalarnya, ada rasionalitasnya.
Apa kekurangan mendasar dari kurikulum sekarang?
Apa kekurangan mendasar dari kurikulum sekarang?
Pertama,
zaman sudah berubah. Yang dibutuhkan adalah kreativitas. Kita butuh modal
pengetahuan. Tapi, itu saja tidak cukup. Jadi harus ada unsur produktif,
kreatif, inovatif dan afektif. Ke depan kita butuh anak-anak yang seperti itu. Sekarang
sudah ada banyak keluhan. Anak-anak kita tidak kreatif. Kita hanya
mengejar hafalan. Bahan pelajaran sedemikian banyak, anak dijejali terus. Lha,
apa ini harus dibiarkan? Ya, perlu kita ubah, kita perbaiki. Bukan berarti yang
lama itu salah semua. Yang lama itu benar pada zamannya. Yang kami garap ini
juga tidak ada yang berani garansi selama 20 tahun tak akan diubah
lagi. Tidak ada memang di dunia ini, kurikulum dipertahankan sampai 30 tahun.
Tidak ada.
Jadi, akan
berubah dari metoda hafalan ke nalar?
Yang
berubah tentu di keempat elemen itu. Standar kompetensinya berubah, prosesnya
dan materinya juga ada yang berubah. Misalnya dari sisi proses. Pendekatannya
berubah. Kita ingin agar anak-anak jadi kreatif. Pertanyaannya, apakah
kreativitas itu bisa dibentuk atau dibangun? Ada beberapa riset yang
menunjukkan bahwa kreativitas bisa dibentuk melalui proses pendidikan. Salah
satunya adalah penelitian di Harvard University tahun 2011.
Ada
dua pertiga kesempatan membangun kreativitas melalui pendidikan. Sepertiganya
melalui faktor genetik atau bawaan. Ini berbeda dengan intelegensia yang
dua pertiganya karena faktor bawaan, sepertiga melalui pendidikan. Idealnya,
intelegensianya tinggi, kreativitasnya juga tinggi. Tapi, kalau intelegensia
bawaannya rendah, kita bisa memainkan space creativity. Meskipun
intelegensianya pas-pasan, kreativitasnya bisa kita manfaatkan. Bagaimana caranya
membangun kreativitas? Tentu ada berbagai pendekatan yang bisa membangun
kreativitas itu. Caranya, mulai kecil siswa kita biasakan untuk memanfaatkan
inderawinya. Ajak mereka mengamati. Jadi, bukan main di wilayah kosong. tapi
perlu masuk ke wilayah riil sehingga setiap kejadian terekam. Misalnya, apa
yang ada di bulan sana? Kita ajak anak-anak melihat melalui teropong. Contoh
lainnya sel. Kita bisa pakai mikroskop. Baru mereka bisa mengerti apa itu sel.
Ke depan, persoalan semakin kompleks, beda dengan
30-40 tahun lalu. Karena kompleksitas ini, butuh kemampuan yang lebih tinggi
dalam berpikir. Mengamati saja belum cukup. Anak harus dikembangkan kemampuan
untuk bertanya. Karena dari bertanya itulah muncul rasa penasaran intelektual.
Itu saja belum cukup. Siswa perlu kita ajari untuk berkemampuan
mempresentasikan, mengkomunikasikan sesuatu, baik tertulis ataupun lisan. Oleh
karena itu kita ajari bagaimana memformulasikan persoalan. Oleh karena itu,
struktur mata pelajarannya pun juga berubah.
Seperti apa
perubahan struktur mata pelajaran itu?
Struktur
mata pelajarannya kita tata lagi. Pendekatannya pun kita ubah. Objek
pembelajarannya kita tentukan. Pasti tentang fenomena alam, fenomena sosial,
fenomena budaya.
Pendekatannya perlu diubah terutama untuk anak-anak
SD. Anak SD belum bisa berpikir spesialis. Tidak usah anak SD, S1 saja masih
belum spesialis. Doktor baru bisa tajam. Maka, anak-anak SD itu kita bangun
kekuatan fondasi generiknya. Maka, pendekatan yang kita lakukan di pelajaran SD
adalah tematik integratif. Kita menggunakan tema yang berintegrasi dengan
berbagai macam. Misalkan tema hari ini tentang sungai, besok ganti jadi energi
atau laut, gunung, apa saja. Di situ ada pelajaran tentang PPKN, matematika,
kita integrasikan. Jadi anak sekolah SD nanti tidak membawa buku matematika
atau buku bahasa Indonesia. Mereka akan membawa buku dengan tema-tema tertentu.
Hari ini misalnya tentang lingkungan. Jadi pelajarannya tentang lingkungan.
Jadi, berhari-hari bawa buku tentang itu saja. Di buku itu ada matematikanya,
ada bahasa Indonesianya, ada pelajaran IPA-nya. Itu menarik buat siswa. Belajar
jadi hidup.
Jadi, mata
pelajaran di SD nanti apa saja?
Agama,
PPKN, bahasa Indonesia, matematika, seni dan budaya, olahraga dan pendidikan
kesehatan. Itu mata pelajarannya. Tetapi meskipun ada nama-nama mata pelajaran
itu, pendekatannya tidak belajar sendiri-sendiri. Diintegrasikan.
Proses
belajar di kelas seperti apa?
Biasa
saja. Secara teknis biasa. Guru menjelaskan. Tapi, selalu pendekatannya adalah
observasi sehingga tidak harus di dalam kelas. Anak-anak bisa diajak keluar
kelas.
Kenapa
menurut survei kemampuan nalar siswa kita lebih rendah dibanding siswa Korea?
Itu
jadi bahan introspeksi kita. Kita berangkat dari TIMSS 2007 (Trends in
International Mathematics and Science Study). Nanti di tahun 2013 akan keluar
hasil survei tahun 2012. Saya tidak ingin menyalahkan siapa-siapa. Makanya
kenapa ini sangat penting, bahkan genting. Kita masuk pada fase penting dan
genting. Karena itu harus segera diubah. Kalau tidak, atau menunda satu tahun
saja, ada 10 juta anak kelas 1 SD yang tidak mendapatkan kesempatan. Siswa
kelas 1 dan kelas 4 itu sekitar 10 juta. Sayang anak-anak kita. Karena itu kita
harus all out. Uji publik yang direncanakan ini belum pernah ada dalam
sejarah pembuatan kurikulum. Ini kita lakukan secara terbuka. Tapi sekali lagi
kami mengajak agar pendekatannya saintifik, akademik. Jangan pakai pendekatan
politik. Sudah ada 600 lebih yang memberi tanggapan online, di http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id.
Di situ ada diskusi virtual. Silakan memberikan masukan. Silakan sempurnakan.
Bagaimana
implementasinya?
Ini
perlu effort yang luar biasa. Kami siap diaudit. Ini semata-mata untuk
kepentingan masa depan. Untuk implementasinya, kami punya beberapa skenario.
Salah satu yang menguat adalah secara bertahap. Jadi, mulai tahun depan kita
mulai dari kelas 1 dan kelas 4. Kalau kita mulai dari kelas 6, anak-anak kan
dari kelas 1 sudah menggunakan pendekatan yang lama. Tahu-tahu dikasih yang
baru, ya nggak nyambung. Karena itu guru yang kita latih pun
tidak semua, yang mengajar kelas 1 dan 4 saja. Guru SD kan ada 1,6 juta. Kalau
kita latih semuanya, untuk apa? Tahun depan kelas 1 dan kelas 2, lalu kelas 4
dan kelas 5. Yang kelas 4 kan sudah naik ke kelas 5. Sehingga yang kita
perlukan selanjutnya kelas 2 dan kelas 5. Kalau satu tahun mau diperpanjang
lagi, baru kelas 3 dan kelas 6. Berarti, 3 tahun lunas untuk SD. Ada masa 3
tahun untuk menyiapkan itu. Tidak semuanya diselesaikan di 2012. Kami paham
kemampuan kami, selain dari sisi pendekatan juga tidak pas. SMP dan SMA juga
begitu. Ini sudah kita siapkan semua. Kalau kita berpikir jernih, memang harus
begitu. Karena keluhan soal metoda hafalan ini sudah lama.
Perubahan
ini akan membawa hasil yang lebih baik?
Hasil
pendidikan itu saya ibaratkan kotak. Bagaimana caranya kita menjadikan kotak
ini jadi sebesar-besarnya? Bagi orang teknik gampang sekali: panjang, lebar dan
tingginya ditambah. Nah, jadi panjangnya kita tambah. Tahun depan, insya
Allah sudah dimulai pendidikan wajib 12 tahun. Lebarnya juga kita naikkan.
Ini lama anak-anak tinggal di sekolah, atau jam belajar. Konsekuensinya jam
belajar bertambah, karena pendekatannya berubah. Tinggi kotak itu efektivitas.
Ini kuncinya di kurikulum. Populasi usia produktif kita sekarang luar biasa
besar. Warga berusia muda luar biasa banyaknya. Kalau tidak kita siapkan sejak
sekarang, kasihan mereka.
Inti dari Kurikulum 2013 dan Alasan dari Perubahan Kurikulum KTSP ke
Kurikulum 2013
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada
pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan
untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu
kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Titik beratnya,
bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam
melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan
(mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah
menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam
penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam,
sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki
kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan
lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa
sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki
masa depan yang lebih baik.
ALASAN
DARI PERUBAHAN KURIKULUM KTSP KE KURIKULUM 2013
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) segera diganti dengan kurikulum baru, yang akan mulai diterapkan tahun
2014. Dalam perubahan kurikulum tersebut, khusus untuk jenjang Sekolah Dasar
(SD) mengalami banyak perubahan standar isi kurikulum. Di SD akan diterapkan
sistem pembelajaran berbasis tematik integrative. Banyak yang mempertanyakan
dengan sikap pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) yang melakukan perubahan kurikulum. Di kalangan masyarakat atau
pendidik memang sudah sering terdengar jika ganti menteri maka akan juga ganti
kurikulum. Kontroversi terhadap perubahan kurikulum ini terus bermunculan.
Banyak pihak menanyakan alasan digantinya kurikulum. Penataan kurikulum
pendidikan yang akan diterapkan Juni 2013 ini adalah salah satu target yang
harus diselesaikan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014 di sektor pendidikan. Perubahan kurikulum dilakukan untuk
menjawab tantangan zaman yang terus berubah agar peserta didik mampu bersaing
di masa depan.
Alasan lain dilakukannya perubahan kurikulum adalah kurikulum sebelumnya dianggap memberatkan peserta didik. Terlalu banyak materi pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik, sehingga malah membuatnya terbebani. Perubahan kurikulum ini juga melihat kondisi yang ada selama beberapa tahun ini. KTSP yang memberi keleluasaan terhadap guru membuat kurikulum secara mandiri untuk masing-masing sekolah ternyata tak berjalan mulus. Untuk tingkat SD terjadi perubahan yang cukup besar. Di SD yang dulunya ada 10 mata pelajaran dikurangi menjadi 6 mata pelajaran yaitu empat mata pelajaran utama (PPKn, Agama, Bahasa Indonesia, dan Matematika) dan dua mata pelajaran muatan lokal (Seni Budaya dan Penjas). Berkurangnya mata pelajaran dalam kurikulum baru ini justru membuat lama belajar peserta didik di sekolah bertambah. Kemendikbud akan menambah jam belajar di sekolah untuk menangkal efek negatif dunia luar sekolah. Waktu luang yang lebih banyak di luar sekolah dianggap memicu peserta didik melakukan atau bersentuhan dengan tindakan negatif.
Alasan lain dilakukannya perubahan kurikulum adalah kurikulum sebelumnya dianggap memberatkan peserta didik. Terlalu banyak materi pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik, sehingga malah membuatnya terbebani. Perubahan kurikulum ini juga melihat kondisi yang ada selama beberapa tahun ini. KTSP yang memberi keleluasaan terhadap guru membuat kurikulum secara mandiri untuk masing-masing sekolah ternyata tak berjalan mulus. Untuk tingkat SD terjadi perubahan yang cukup besar. Di SD yang dulunya ada 10 mata pelajaran dikurangi menjadi 6 mata pelajaran yaitu empat mata pelajaran utama (PPKn, Agama, Bahasa Indonesia, dan Matematika) dan dua mata pelajaran muatan lokal (Seni Budaya dan Penjas). Berkurangnya mata pelajaran dalam kurikulum baru ini justru membuat lama belajar peserta didik di sekolah bertambah. Kemendikbud akan menambah jam belajar di sekolah untuk menangkal efek negatif dunia luar sekolah. Waktu luang yang lebih banyak di luar sekolah dianggap memicu peserta didik melakukan atau bersentuhan dengan tindakan negatif.
Pelaksanaan penyusunan kurikulum
2013 adalah bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana
kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah
disepakati. Paparan ini merupakan bagian dari uji publik Kurikulum 2013, yang
diharapkan dapat menjaring pendapat dan masukan dari masyarakat.
Menambah
Jam Pelajaran
Strategi pengembangan pendidikan
dapat dilakukan pada upaya meningkatkan capaian pendidikan melalui pembelajaran
siswa aktif berbasis kompetensi; efektivitas pembelajaran melalui kurikulum,
dan peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru; serta lama tinggal di
sekolah dalam arti penambahan jam pelajaran.
Skema 1. menyajikan tentang Strategi
Peningkatan Efektivitas Pembelajaran. Sedang gambar 1. menggambarkan tentang
strategi meningkatkan capaian pendidikan, yang digambarkan melalui sumbu x (efektivitas
pembelajaran melalui kurikulum, dan peningkatan kompetensi dan prefesionalitas
guru), y (pembelajaran siswa aktif berbasis kompetensi) dan z (lama tinggal di
sekolah dalam arti penambahan jam pelajaran). Rasionalitas penambahan jam
pelajaran dapat dijelaskan bahwa perubahan proses pembelajaran (dari siswa
diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis
output menjadi berbasis proses dan output) memerlukan penambahan jam pelajaran.
Di banyak negara, seperti AS dan Korea Selatan, akhirakhir ini ada
kecenderungan dilakukan menambah jam pelajaran. Diketahui juga bahwa
perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia
relatif lebih singkat. Bagaimana dengan pembelajaran di Finlandia yang relatif
singkat. Jawabnya, di negara yang tingkat pendidikannya berada di peringkat
satu dunia, singkatnya pembelajaran didukung dengan pembelajaran tutorial yang
baik. Penyusunan kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada penyederhanaan,
tematik-integratif mengacu pada kurikulum 2006 di mana ada beberapa
permasalahan di antaranya; (i) konten kurikulum yang masih terlalu padat, ini
ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan
tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak; (ii) belum
sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional; (iii) kompetensi belum menggambarkan secara holistik
domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; beberapa kompetensi yang
dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter,
metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills,
kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum; (iv) belum peka dan
tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional,
maupun global; (v) standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan
pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam
dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru; (vi) standar penilaian
belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan
belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala; dan (vii) dengan
KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi
tafsir.